A. Manajemen Krisis
Musibah banjir yang tidak diantisipasi dengan baik
membawa dampak yang signifikan terhadap denyut nadi bisnis di Jakarta. Banyak
organisasi yang terganggu aktivitas bisnisnya, mulai yang ‘ringan’ seperti
gangguan listrik dan telekomunikasi, sampai lumpuhnya kegiatan karena kantor
atau fasilitas produksi yang terendam air. Berarti terjadi gangguan pada
proses bisnis ‘normal’ yang menyebabkan anggota organisasi kesulitan
untuk mengoptimalkan fungsi-fungsi organisasi yang ada, dan dengan demikian
dapat dikategorikan sebagai krisis.
Kejadian buruk dan krisis yang melanda dunia bisnis
dapat mengambil beragam bentuk. Mulai dari bencana alam – seperti
banjir yang melanda Jakarta – , musibah teknologi (kebakaran, kebocoran zat-zat
berbahaya) sampai kepada karyawan yang mogok kerja. Segala kejadian
buruk dan krisis, berpotensi menghentikan proses normal bisnis yang telah dan
sedang berjalan, membutuhkan penanganan yang segera (immediate) dari pihak
manajemen. Penanganan yang segera ini kita kenal sebagai manajemen
krisis (crisis management).
Saat ini, manajemen krisis dinobatkan sebagai new
corporate discipline. Manajemen krisis adalah respon pertama
perusahaan terhadap sebuah kejadian yang dapat merubah jalannya operasi bisnis
yang telah berjalan normal. Pendekatan yang dikelola dengan baik
untuk kejadian itu terbukti secara signifikan sangat membantu meyakinkan para
pekerja, pelanggan, mitra, investor, dan masyarakat luas akan kemampuan
organisasi melewati masa krisis.
Menurut Gartner.com, diperkirakan hanya 85%
dari perusahaan-perusahaan Global 2000 yang membuat rencana penanganan krisis
dan hanya 15% saja yang menyusun rencana bisnis yang lengkap ! Fakta
ini menunjukkan masih banyak bisnis yang belum memperhitungkan beragam krisis
yang mungkin terjadi dalam perencanaan bisnis mereka.
Terdapat enam aspek yang mesti kita perhatikan jika
kita ingin menyusun rencana bisnis yang lengkap. Yaitu tindakan
untuk menghadapi situasi darurat (emergency response), skenario
untuk pemulihan dari bencana (disaster recovery), skenario untuk pemulihan
bisnis (business recovery), strategi untuk memulai bisnis kembali (business
resumption), menyusun rencana-rencana kemungkinan (contingency planning), dan
manajemen krisis (crisis management). Manajemen krisis mencakup
kelima butir sebelumnya.
Khusus untuk penanganan krisis karena bencana, perlu
dilengkapi emergency response plan(ERP) yang juga meliputi
pembentukan sebuah tim yang terdiri dari para anggota dengan tanggungjawab
tertentu ketika terjadi situasi darurat (emergency response team), alur
tindakan pada situasi darurat (emergency flowchart) dan prosedur evakuasi.
Emergency response plan ini harus didukung oleh general emergency
procedure (GEP).
Pada hakekatnya dalam setiap penanganan krisis,
perusahaan perlu membentuk tim khusus. Tugas utama tim manajemen krisis
ini terutama adalah mendukung para karyawan perusahaan selama masa krisis
terjadi. Kemudian menentukan dampak dari krisis yang terjadi terhadap operasi
bisnis yang berjalan normal, dan menjalin hubungan yang baik dengan media untuk
mendapatkan informasi tentang krisis yang terjadi. Sekaligus
menginformasikan kepada pihak-pihak yang terkait terhadap aksi-aksi
yang diambil perusahaan sehubungan dengan krisis yan terjadi.
Agar dapat melewati masa krisis, organisasi
membutuhkan seorang pemimpin yang cakap dan handal. Kisah
kepemimpinan melalui krisis yang paling terkenal adalah kisah perjalanan
Shackleton bersama 27 anak buahnya ke Benua Antartika tahun 1914 dengan misi
menjelajahi benua tersebut. Walaupun pada akhirnya misi ini
gagal karena kapal mereka tertahan bongkahan es, namun kepemimpinan
Shackleton ini menjadi legenda akan keberhasilan pemimpin mengatasi krisis yang
terjadi.
Mengutip Shackleton’s Way : Leadership
Lessons From The Antarctic Explorer terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan
oleh pemimpin dalam menghadapi krisis dalam organisasinya. Pertama,
penugasan segera, tawarkan rencana kegiatan, mintalah dukungan dari
semua orang, dan tunjukkan bahwa organisasi mampu menghadapi krisis yang
terjadi ini dengan baik. Kedua, lakukan pemantauan berkala
terhadap kegiatan yang dilakukan anggota. Tujuannya agar anggota
organisasi tidak kehilangan momentum pengendalian krisis, karena memperlakukan
krisis sebagai proses bisnis biasa. Ketiga, rangkullah orang-orang
yang tidak puas dengan kondisi yang terjadi dan menangkan “hati” mereka. Keempat,
gunakan humor dan hal-hal lain untuk mengalihkan ketakutan akibat krisis. Terakhir,
ajaklah seluruh anggota organisasi untuk terlibat dalam mencari dan menjalani
solusi krisis yang telah disusun bersama.
Satu pelajaran penting dalam kisah Shackleton ini
adalah ia (sebagai pemimpin) tidak memerintah anggotanya untuk melakukan
hal-hal yang dikendaki, tetapi merangkul dan mengajak seluruh anggota untuk
mencari solusi dan keluar dari krisis secara bersama-sama. Tidak perlu
menyalahkan seseorang atau pihak lain akan krisis yang dialami. Tetapi
carilah jalan keluar yang paling logis dan memuaskan seluruh pihak. Sehingga
organisasi dapat keluar dari krisis yang terjadi. Bahkan jika ada
krisis yang lain – atau bahkan krisis lanjutan – organisasi akan mampu untuk
bertahan dan keluar dengan gemilang
B. Faktor - faktor Penyebab Krisis
Krisis tidak bisa diprediksi datangnya. Jalan terbaik
untuk menghadapinya adalah membuat perencanaan untuk menghadapi krisis. If
you want peace, prepare for war.
C. Jenis krisis berdasarkan penyebabnya (krisis karena
bencana alam)
Tipe paling relevan dari krisis adalah yang disebabkan
bencana alam. Bencana alam, seperti gempa bumi, letusan gunung berapi, banjir,
dan kebakaran dapat terjadi di lingkungan sekitar kita dan manusia selalu tidak
berdaya menghadapinya. Banyak negara telah merasakan dampak dari bencana alam.
Amerika pernah diserang badai Katrina. Di Indonesia, pada 2004 Aceh mengalami
gempa dan tsunami yang sangat dahsyat. Pada 2006, Yogyakarta mengalami gempa
bumi. Selain itu, belum lama ini pun telah terjadi bencana yang tak kalah
dasyat. Banjir maupun Erupsi Gunung Merapi. Australia pun dilanda kebakaran
hutan yang hebat. Bencana alam meluluhlantakkan seluruh sendi-sendi kehidupan.
Rumah dan gedung perkantoran hancur, korban meninggal, jalan rusak, listrik
mati, air bersih langka, merebaknya penyakit, yang berujung pada ambruknya
perekonomian adalah multiplier effect dari bencana alam.
D. Contoh kasus Perusahaan di Indonesia
Berikut ini merupakan salah satu perusahaan di daerah
Jakarta yang mengalami manajemen krisis kerugian yang menimbulkan dampak
terhadap keuangan yang terjadi pada tahun 2014.
(Bisnis.com) JAKARTA - Pelaku usaha truk mengklaim
usahanya terancam mengalami kerugian hingga Rp. 6 triliun akibat banjir di DKI
Jakarta dan sekitarnya.
Wakil Ketua II Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia
(Aptrindo) Sugi Purnoto mengatakan kerugian tersebut didapatkan dengan asumsi
beban biaya operasional yang dikeluarkan untuk satu truk Rp. 1,2 juta per hari,
sementara jumlah minimum truk yang beroperasi di DKI Jakarta dan sekitarnya
mencapai 5.000 unit per hari.
Akibat banjir, imbuhnya, truk yang semestinya
beroperasi itu terpaksa terjebak di tengah banjir, sehingga tidak mencapai
lokasi pergudangan para pelanggan. Banjir yang melanda DKI Jakarta pada Senin
(9/2/2014) telah menggangu aktivitas pengoperasian truk angkutan logistik. Jika
kondisi jalan di DKI Jakarta dan sekitarnya masih mengalami banjir hingga
beberapa hari ke depan, tentunya kerugian operator akan berlipat ganda.
Adapun, untuk hari Senin biasanya angkutan logistik
lebih banyak untuk angkutan impor dan angkutan Jabodetabek. Kendati berada di
hari Senin, kondisi itu telah memberikan dampak efek lanjutan terhadap
distribusi barang secara keseluruhan, salah satunya aktivitas di pelabuhan.
Untuk menyiasati kondisi seperti ini, biasanya para
pengusaha menjadwalkan ulang waktu pengiriman barang yang tidak menerapkan
penalti pada kontrak kerja sama. Dengan begitu, para pengusaha hanya perlu
mengeluarkan beban biaya Rp. 100 ribu kepada para sopir dan asisten sopir. Tapi
potensi income Rp. 2,5 juta per hari per truk hilang.
Pada sisi lain, Pengusaha angkutan darat kehilangan
potensi pendapatan akibat banjir yang melanda DKI Jakarta hingga 50%. Ketua DPD
(Dewan Pimpinan Daerah) Organda Provinsi DKI Jakarta Shafruhan Sinungan
mengatakan hampir seluruh jalan di Ibu Kota Negara mengalami kelumpuhan.
Kendati tidak seluruh ruas jalan tergenang air,
operasi angkutan darat tidak dapat berjalan mengingat lokasi akses jalan
terputus. Belum lagi bagi kemacetan yang diakibatkan banjir. Hampir semuanya
lumpuh. Karena dampak dari satu tempat mempengaruhi yang lain. Kondisi
tersebut, berimbas terhadap kerugian operator angkutan jalan. Tidak berbeda
dengan tahun lalu, banjir yang terjadi kali ini menyebabkan perusahaan
kehilangan pendapatan lebih dari 50%. Bahkan, beberapa perusahaan mengalami
kehilangan pendapatan sampai 100% karena kendaraan tidak bisa beroperasi.
Sementara itu, perusahaan angkutan jalan juga perlu mengalokasikan beban biaya
perawatan kendaraan lebih besar. Kendati perusahaan telah mengalokasikan dana
tersebut.
Namun, jika banjir tengah terjadi biasanya beban biaya
perawatan jauh lebih besar. Untuk biaya perbaikan kendaraan yang mengalami
turun mesin membutuhkan dana sekitar Rp. 7 juta s/d Rp. 10 juta per unit.
Anggaran ada, tapi besarannya tidak bisa diprediksi karena dampak banjir.
Untuk itu, dia mengharapkan Pemprov DKI Jakarta segera
mengeluarkan aturan teknis dari pengoperasian jenis taksi small and PV. Jenis
taksi yang memiliki bentuk yang lebih tinggi ketimbang kendaraan taksi sedan
itu mampu mengangkut enam sampai tujuh penumpang sekaligus. “Armadanya kami
siap. Ini bisa terjang banjir.”
E. Analisis dan Pendapat
Dari contoh kasus diatas mengenai perusahaan logistic,
itu hanya contoh kasus untuk perusahaan yang mengalami kerugian akibat bencana
alam khususnya banjir. Dalam kutipan kasus tersebut tidak terlalu dijelaskan
secara terperinci mengenai manajemen krisis yang dilakukan oleh perusahaan.
Hanya mengutarakan mengenai dampak kerugian yang dialami oleh perusahaan akibat
bencana alam tersebut, dan memberikan sedikit saran untuk mengadakan taksi
small and PV yang dikiranya mampu mengatasi masalah banjir dalam hal pengadaan
alat transportasi. Perusahaan logistic tersebut seharusnya dari awal sudah
membentuk tim untuk mengantisipasi untuk kemudian sanggup merespon bencana alam
tersebut. Selain membuat susunan antisipasi terhadap bencana alam banjir, team
yang terpimpin dan handal akan mampu meminimal risiko kerugian serta akan mampu
mengambil tindakan terbaik terhadap bencana alam tersebut. Krisis tidak bisa diprediksi
datangnya. Jalan terbaik untuk menghadapinya adalah membuat perencanaan untuk
menghadapi krisis. If you want peace, prepare for war.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar