BAB
5
MANAJEMEN
DAN ORGANISASI
A. Pengertian dan Peranan Manajemen
Definisi manajemen banyak sekali. Di bawah ini
adalah pengertian manajemen menurut beberapa pakar manajemen :
- Manajemen adalah sekelompok orang yang memiliki
tujuan bersama dan bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
- Manajemen adalah proses yang membeda-bedakan atas
2 perencanaan pengorganisasian, penggerakan, pelaksanaan dan pengendalian
dengan memanfaatkan ilmu dan seni agar tujuan yang telah ditetapkan dapat
tercapai.
- Manajemen ada hubungannya dengan pencapaian suatu
tujuan yang dilakukan melalui dan dengan orang lain.
Dari contoh definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
manajemen erat kaitannya dengan usaha untuk memelihara kerjasama sekelompok
orang yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan dengan
menggunakan sumber daya yang ada.
Peranan manajemen dalam memajukan organisasi cukup
penting bila organisasi mempunyai manajer yang baik, maka organisasi akan
menjadi besar, baik dalm ukuran, jumalah anggota (pegawai) maupun tingkat
kemakmuran atau pendapatan para anggotanya, oleh karena itu manajemen sangat
penting dipahami walaupun dari aspek yang paling besar.
Peranan manajemen dihubungkan dengan fungsi
manajemen, yaitu :
1. Planning ( Perencanaan )
Merupakan proses kegiatan pemikiran , dugaan dan
penentuan prioritas-prioritasyang harus dilakukan secara rasional sebelum
melaksanakan tindakan yang sebenarnya.
2. Organizing ( Pengorganisasian )
Proses penyusunan pembagian kerja ke dalam unit-unit
kerja dan fungsi-fungsinya serta penempatan orang yang menduduki funsi-fungsinya
tersebut secara tepat.
3. Directing ( Pengarahan )
Mengarahkan bawahan, sehingga pimpinan secara
manusiawi bisa mengikat bawahan untuk bekerjasama secara sukarela.
4. Coordinating ( Pengkoordinasian )
Agar terdapat komunikasi atau kesesuaian dari berbagai
kepentingan dan perbedaan kegiatan sehingga tercapai tujuan organisasi.
5. Controlling ( Pengawasan )
Perbaikan-perbaikan yang perlu dilakukan jika
terjadi penyimpangan pelaksanaan dari perencanaan.
B. Latar belakang sejarah manajemen
Banyak kesulitan yang terjadi dalam melacak sejarah
manajemen. Namun diketahui bahwa ilmu manajemen telah ada sejak ribuan tahun
yang lalu. Hal ini dibuktikan dengan adanya piramida di Mesir. Piramida
tersebut dibangun oleh lebih dari 100.000 orang selama 20 tahun. Piramida Giza
tak akan berhasil dibangun jika tidak ada seseorang—tanpa mempedulikan apa
sebutan untuk manajer ketika itu—yang merencanakan apa yang harus dilakukan,
mengorganisir manusia serta bahan bakunya, memimpin dan mengarahkan para pekerja,
dan menegakkan pengendalian tertentu guna menjamin bahwa segala sesuatunya
dikerjakan sesuai rencana. Piramida di Mesir. Pembangunan piramida ini tak
mungkin terlaksana tanpa adanya seseorang yang merencanakan, mengorganisasikan
dan menggerakan para pekerja, dan mengontrol pembangunannya. Praktik-praktik
manajemen lainnya dapat disaksikan selama tahun 1400-an di kota Venesia,
Italia, yang ketika itu menjadi pusat perekonomian dan perdagangan di sana.
Penduduk Venesia mengembangkan bentuk awal perusahaan bisnis dan melakukan
banyak kegiatan yang lazim terjadi di organisasi modern saat ini. Sebagai
contoh, di gudang senjata Venesia, kapal perang diluncurkan sepanjang kanal dan
pada tiap-tiap perhentian, bahan baku dan tali layar ditambahkan ke kapal
tersebut. Hal ini mirip dengan model lini perakitan (assembly line) yang
dikembangkan oleh Hanry Ford untuk merakit mobil-mobilnya. Selain lini
perakitan tersebut, orang Venesia memiliki sistem penyimpanan dan pergudangan
untuk memantau isinya, manajemen sumber daya manusia untuk mengelola angkatan
kerja, dan sistem akuntansi untuk melacak pendapatan dan biaya. Daniel Wren
membagi evolusi pemikiran manajemen dalam empat fase, yaitu pemikiran awal, era
manajemen sains, era manusia sosial, dan era moderen.
Pemikiran awal manajemen
Sebelum abad ke-20, terjadi dua peristiwa penting
dalam ilmu manajemen. Peristiwa pertama terjadi pada tahun 1776, ketika Adam
Smith menerbitkan sebuah doktrin ekonomi klasik, The Wealth of Nation. Dalam
bukunya itu, ia mengemukakan keunggulan ekonomis yang akan diperoleh organisasi
dari pembagian kerja (division of labor), yaitu perincian pekerjaan ke dalam
tugas-tugas yang spesifik dan berulang. Dengan menggunakan industri pabrik
peniti sebagai contoh, Smith mengatakan bahwa dengan sepuluh
orang—masing-masing melakukan pekerjaan khusus—perusahaan peniti dapat
menghasilkan kurang lebih 48.000 peniti dalam sehari. Akan tetapi, jika setiap
orang bekerja sendiri menyelesaikan tiap-tiap bagian pekerjaan, sudah sangat
hebat bila mereka mampu menghasilkan sepuluh peniti sehari. Smith menyimpulkan
bahwa pembagian kerja dapat meningkatkan produktivitas dengan (1) meningkatnya
keterampilan dan kecekatan tiap-tiap pekerja, (2) menghemat waktu yang terbuang
dalam pergantian tugas, dan (3) menciptakan mesin dan penemuan lain yang dapat
menghemat tenaga kerja.
Peristiwa penting kedua yang mempengaruhi
perkembangan ilmu manajemen adalah Revolusi Industri di Inggris. Revolusi
Industri menandai dimulainya penggunaan mesin, menggantikan tenaga manusia,
yang berakibat pada pindahnya kegiatan produksi dari rumah-rumah menuju tempat
khusus yang disebut pabrik. Perpindahan ini mengakibatkan manajer-manajer
ketika itu membutuhkan teori yang dapat membantu mereka meramalkan permintaan,
memastikan cukupnya persediaan bahan baku, memberikan tugas kepada bawahan,
mengarahkan kegiatan sehari-hari, dan lain-lain, sehingga ilmu manajamen mulai
dikembangkan oleh para ahli.
Era manajemen ilmiah
Era ini ditandai dengan berkembangan perkembangan
ilmu manajemen dari kalangan insinyur—seperti Henry Towne, Frederick Winslow
Taylor, Frederick A. Halsey, dan Harrington Emerson. Manajemen ilmiah, atau
dalam bahasa Inggris disebut scientific management, dipopulerkan oleh Frederick
Winslow Taylor dalam bukunya yang berjudul Principles of Scientific Management
pada tahun 1911. Dalam bukunya itu, Taylor mendeskripsikan manajemen ilmiah
adalah "penggunaan metode ilmiah untuk menentukan cara terbaik dalam
menyelesaikan suatu pekerjaan. Dan dalam bukunya Taylor mengemukakan beberapa prinsip
dalam melakukan pekerjaan, yaitu :
1. Semua pekerjaan dapat diobservasi dan dianalisis
guna menentukan cara terbaik untuk menyelesaikannya.
2. Orang yang tepat untuk memangku jabatan dapat
dipilih dan dilatih secara ilmiah.
3. Kita dapat menjamin bahwa cara terbaik tersebut
diikuti dengan menggaji pemegang jabatan dengan dasar insentif, yaitu
menyamakan gaji dengan hasil kerjanya.
4. Menempatkan manajer dalam perencanaan, persiapan
dan pemeriksaan pekerjaan.
" Beberapa penulis seperti Stephen Robbins
menganggap tahun terbitnya buku ini sebagai tahun lahirya teori manajemen
modern.
Henry Gantt yang pernah bekerja bersama Taylor di
Midvale Steel Company menggagas ide bahwa seharusnya seorang mampu mandor
memberi pendidikan kepada karyawannya untuk bersifat rajin (industrious ) dan
kooperatif. Ia juga mendesain sebuah grafik untuk membantu manajemen yang
disebut sebagai Gantt chart yang digunakan untuk merancang dan mengontrol
pekerjaan.
Manajemen ilmiah kemudian dikembangkan lebih jauh
oleh pasangan suami-istri Frank dan Lillian Gilbreth. Keluarga Gilbreth
berhasil menciptakan micromotion yang dapat mencatat setiap gerakan yang
dilakukan oleh pekerja dan lamanya waktu yang dihabiskan untuk melakukan setiap
gerakan tersebut.
Era ini juga ditandai dengan hadirnya teori
administratif, yaitu teori mengenai apa yang dilakukan oleh para manajer dan
bagaimana cara membentuk praktik manajemen yang baik. Pada awal abad ke-20,
seorang industriawan Perancis bernama Henry Fayol mengajukan gagasan lima
fungsi utama manajemen: merancang, mengorganisasi, memerintah, mengoordinasi,
dan mengendalikan. Gagasan Fayol itu kemudian mulai digunakan sebagai kerangka
kerja buku ajar ilmu manajemen pada pertengahan tahun 1950, dan terus
berlangsung hingga sekarang. Selain itu, Henry Fayol juga mengagas 14 prinsip
manajemen yang merupakan dasar-dasar dan nilai yang menjadi inti dari
keberhasilan sebuah manajemen.
Sumbangan penting lainnya datang dari ahli sosilogi
Jerman Max Weber. Weber menggambarkan suatu tipe ideal organisasi yang disebut
sebagai birokrasi—bentuk organisasi yang dicirikan oleh pembagian kerja,
hierarki yang didefinisikan dengan jelas, peraturan dan ketetapan yang rinci,
dan sejumlah hubungan yang impersonal. Namun, Weber menyadari bahwa bentuk
"birokrasi yang ideal" itu tidak ada dalam realita. Dia menggambarkan
tipe organisasi tersebut dengan maksud menjadikannya sebagai landasan untuk
berteori tentang bagaimana pekerjaan dapat dilakukan dalam kelompok besar.
Teorinya tersebut menjadi contoh desain struktural bagi banyak organisasi besar
sekarang ini.
Perkembangan selanjutnya terjadi pada tahun 1940-an
ketika Patrick Blackett melahirkan ilmu riset operasi, yang merupakan kombinasi
dari teori statistika dengan teori mikroekonomi. Riset operasi, sering dikenal
dengan "Sains Manajemen", mencoba pendekatan sains untuk
menyelesaikan masalah dalam manajemen, khususnya di bidang logistik dan
operasi. Pada tahun 1946, Peter F. Drucker—sering disebut sebagai Bapak Ilmu
Manajemen—menerbitkan salah satu buku paling awal tentang manajemen terapan:
"Konsep Korporasi" (Concept of the Corporation). Buku ini muncul atas
ide Alfred Sloan (chairman dari General Motors) yang menugaskan penelitian
tentang organisasi.
Era manusia sosial
Era manusia sosial ditandai dengan lahirnya mahzab
perilaku (behavioral school) dalam pemikiran manajemen di akhir era manajemen
ilmiah. Mahzab perilaku tidak mendapatkan pengakuan luas sampai tahun 1930-an.
Katalis utama dari kelahiran mahzab perilaku adalah serangkaian studi
penelitian yang dikenal sebagai eksperimen Hawthrone.
Eksperimen Hawthrone dilakukan pada tahun 1920-an
hingga 1930-an di Pabrik Hawthrone milik Western Electric Company Works di
Cicero, Illenois. Kajian ini awalnya bertujuan mempelajari pengaruh berbagai
macam tingkat penerangan lampu terhadap produktivitas kerja. Hasil kajian
mengindikasikan bahwa ternyata insentif seperti jabatan, lama jam kerja,
periode istirahat, maupun upah lebih sedikit pengaruhnya terhadap output
pekerja dibandingkan dengan tekanan kelompok, penerimaan kelompok, serta rasa
aman yang menyertainya. Peneliti menyimpulkan bahwa norma-norma sosial atau
standar kelompok merupakan penentu utama perilaku kerja individu.
Kontribusi lannya datang dari Mary Parker Follet.
Follett (1868–1933) yang mendapatkan pendidikan di bidang filosofi dan ilmu
politik menjadi terkenal setelah menerbitkan buku berjudul Creative Experience
pada tahun 1924. Follet mengajukan suatu filosifi bisnis yang mengutamakan
integrasi sebagai cara untuk mengurangi konflik tanpa kompromi atau dominasi. Follet
juga percaya bahwa tugas seorang pemimpin adalah untuk menentukan tujuan
organisasi dan mengintegrasikannya dengan tujuan individu dan tujuan kelompok.
Dengan kata lain, ia berpikir bahwa organisasi harus didasarkan pada etika
kelompok daripada individualisme. Dengan demikian, manajer dan karyawan
seharusnya memandang diri mereka sebagai mitra, bukan lawan.
Pada tahun 1938, Chester Barnard (1886–1961) menulis
buku berjudul The Functions of the Executive yang menggambarkan sebuah teori
organisasi dalam rangka untuk merangsang orang lain memeriksa sifat sistem
koperasi. Melihat perbedaan antara motif pribadi dan organisasi, Barnard
menjelaskan dikotonomi "efektif-efisien".
Menurut Barnard, efektivitas berkaitan dengan
pencapaian tujuan, dan efisiensi adalah sejauh mana motif-motif individu dapat
terpuaskan. Dia memandang organisasi formal sebagai sistem terpadu di mana
kerjasama, tujuan bersama, dan komunikasi merupakan elemen universal, sementara
pada organisasi informal, komunikasi, kekompakan, dan pemeliharaan perasaan
harga diri lebih diutamakan. Barnard juga mengembangkan teori "penerimaan
otoritas" didasarkan pada gagasan bahwa bos hanya memiliki kewenangan jika
bawahan menerima otoritas itu.
Era moderen
Era moderen ditandai dengan hadirnya konsep manajemen
kualitas total (total quality management—TQM) di abad ke-20 yang diperkenalkan
oleh beberapa guru manajemen, yang paling terkenal di antaranya W. Edwards
Deming (1900–1993) and Joseph Juran (lahir 1904).
Deming, orang Amerika, dianggap sebagai Bapak
Kontrol Kualitas di Jepang. Deming berpendapat bahwa kebanyakan permasalahan
dalam kualitas bukan berasal dari kesalahan pekerja, melainkan sistemnya. Ia
menekankan pentingnya meningatkan kualitas dengan mengajukan teori lima langkah
reaksi berantai. Ia berpendapat bila kualitas dapat ditingkatkan, (1) biaya
akan berkurang karena berkurangnya biaya perbaikan, sedikitnya kesalahan,
minimnya penundaan, dan pemanfaatan yang lebih baik atas waktu dan material;
(2) produktivitas meningkat; (3) market share meningkat karena peningkatan
kualitas dan harga; (4) profitabilitas perusahaan peningkat sehingga dapat
bertahan dalam bisnis; (5) jumlah pekerjaan meningkat. Deming mengembangkan 14
poin rencana untuk meringkas pengajarannya tentang peningkatan kualitas.
Kontribusi kedua datang dari Joseph Juran. Ia
menyatakan bahwa 80 persen cacat disebabkan karena faktor-faktor yang
sebenarnya dapat dikontrol oleh manajemen. Ia merujuk pada "prinsip
pareto." Dari teorinya, ia mengembangkan trilogi manajemen yang memasukkan
perencanaan, kontrol, dan peningkatan kualitas. Juran mengusulkan manajemen
untuk memilih satu area yang mengalami kontrol kualitas yang buruk. Area
tersebut kemudian dianalisis, kemudian dibuat solusi, dan diimplementasikan.
C. Fungsi dan Proses Manajemen
-Fungsi-fungsi manajemen adalah kegiatan kerja
manajer dalam merencanakan, mengorganisasi, mengarahkan, mengkoordinasi dan
mengawasi.
-Proses Manajemen adalah serangkaian keputusan dan
kegiatan kerja yang terus menerus dimana manajer terlibat sewaktu mereka
merencana, mengorganisasi, mengarahkan, mengkordinasi, dan mengawasi.
D. Ciri-ciri Manajer Profesional
Profesional diartikan sebagai ciri-ciri kekuatan
yang dimiliki seseorang berupa keahlian, kompetensi, kerja efisien,
keterampilan, kualifaid-pandai, berpengalaman, dan sifat mengagumkan. Dalam
konteks SDM, manajemen profesional adalah pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut
dalam pengembangan mutu SDM secara profesional. Lawannya adalah manajemen
amatiran yang ciri-cirinya bertentangan dengan ciri-ciri manajemen profesional.
Ciri-ciri manajemen profesional dalam pengembangan
mutu SDM dapat dilihat dari sisi operasional dan manajerial yakni:
1) Berbudaya korporat: transparansi, independensi,
responsif, akuntabilitas, dan kejujuran.
2) Dukungan manajemen puncak.
3) Bermanfaat untuk kepentingan internal dan juga
eksternal organisasi.
4) Berorientasi ke masa depan dengan pendekatan
holistik.
5) Berdimensi jangka panjang dan bersinambung.
6) Sistem nilai-prinsip efisiensi dan efektivitas.
7) Dilakukan secara terencana/terprogram.
8) Monitoring dan evaluasi serta umpan balik.
9) Dilakukan oleh pelaku dan tentunya pimpinan unit
yang memiliki: a. kompetensi atau keakhlian dan pengalaman panjang di
bidangnya. b. sifat haus pada tantangan-tantangan. c. sikap dan ketrampilan
inovatif, kreatif, inisiatif dan efisien. d. integritas tinggi. e. sifat
menghargai profesi lain. f. sifat yang selalu siap menghadapi setiap resiko. g.
bertanggungjawab atas setiap kata dan perbuatannya.
10) Penggunaan teknologi tepat guna.
11) Kepemimpinan dalam membangun komitmen.
E. Keterampilan manajemen yang dibutuhkan.
Robert L. Katz pada tahun 1970-an mengemukakan bahwa
setiap manajer membutuhkan minimal tiga keterampilan dasar. Ketiga keterampilan
tersebut adalah:
1. Keterampilan konseptual (conceptional skill)
Manajer tingkat atas (top manager) harus memiliki
keterampilan untuk membuat konsep, ide, dan gagasan demi kemajuan organisasi.
Gagasan atau ide serta konsep tersebut kemudian haruslah dijabarkan menjadi
suatu rencana kegiatan untuk mewujudkan gagasan atau konsepnya itu. Proses
penjabaran ide menjadi suatu rencana kerja yang kongkret itu biasanya disebut
sebagai proses perencanaan atau planning. Oleh karena itu, keterampilan
konsepsional juga meruipakan keterampilan untuk membuat rencana kerja.
2. Keterampilan berhubungan dengan orang lain
(humanity skill)
Selain kemampuan konsepsional, manajer juga perlu
dilengkapi dengan keterampilan berkomunikasi atau keterampilan berhubungan
dengan orang lain, yang disebut juga keterampilan kemanusiaan. Komunikasi yang
persuasif harus selalu diciptakan oleh manajer terhadap bawahan yang
dipimpinnya. Dengan komunikasi yang persuasif, bersahabat, dan kebapakan akan
membuat karyawan merasa dihargai dan kemudian mereka akan bersikap terbuka
kepada atasan. Keterampilan berkomunikasi diperlukan, baik pada tingkatan
manajemen atas, menengah, maupun bawah.
3. Keterampilan teknis (technical skill)
Keterampilan ini pada umumnya merupakan bekal bagi
manajer pada tingkat yang lebih rendah. Keterampilan teknis ini merupakan
kemampuan untuk menjalankan suatu pekerjaan tertentu, misalnya menggunakan
program komputer, memperbaiki mesin, membuat kursi, akuntansi dan lain-lain.
Selain tiga keterampilan dasar di atas, Ricky W.
Griffin menambahkan dua keterampilan dasar yang perlu dimiliki manajer, yaitu:
1. Keterampilan manajemen waktu
Merupakan keterampilan yang merujuk pada kemampuan
seorang manajer untuk menggunakan waktu yang dimilikinya secara bijaksana.
Griffin mengajukan contoh kasus Lew Frankfort dari Coach. Pada tahun 2004,
sebagai manajer, Frankfort digaji $2.000.000 per tahun. Jika diasumsikan bahwa
ia bekerja selama 50 jam per minggu dengan waktu cuti 2 minggu, maka gaji
Frankfort setiap jamnya adalah $800 per jam—sekitar $13 per menit. Dari sana
dapat kita lihat bahwa setiap menit yang terbuang akan sangat merugikan
perusahaan. Kebanyakan manajer, tentu saja, memiliki gaji yang jauh lebih kecil
dari Frankfort. Namun demikian, waktu yang mereka miliki tetap merupakan aset
berharga, dan menyianyiakannya berarti membuang-buang uang dan mengurangi
produktivitas perusahaan.
2. Keterampilan membuat keputusan
Merupakan kemampuan untuk mendefinisikan masalah dan
menentukan cara terbaik dalam memecahkannya. Kemampuan membuat keputusan adalah
yang paling utama bagi seorang manajer, terutama bagi kelompok manajer atas
(top manager). Griffin mengajukan tiga langkah dalam pembuatan keputusan.
Pertama, seorang manajer harus mendefinisikan masalah dan mencari berbagai
alternatif yang dapat diambil untuk menyelesaikannya. Kedua, manajer harus
mengevaluasi setiap alternatif yang ada dan memilih sebuah alternatif yang
dianggap paling baik. Dan terakhir, manajer harus mengimplementasikan
alternatif yang telah ia pilih serta mengawasi dan mengevaluasinya agar tetap
berada di jalur yang benar
*ORGANISASI
A. Definisi Organisasi
Menurut Boone dan Katz Organisasi adalah suatu
proses tersusun yang orang-orangnya berinteraksi untuk mencapai tujuan.
Dari definisi dapat disimpulkan bahwa organisasi
mencakup 3 elemen pokok :
a. Interaksi manusia.
b. Kegiatan yang mengarah pada tujuan
c. Struktur organisasi itu sendiri.
B. Pentingnya Mengenal Organisasi
Kita selalu berkaitan dengan organisasi, tim
olahraga dan organisasi sosial, kelompok keagamaan, perusahaan kecil, fungsi
pengorganisasian sederhana, misal : toko kelontong, manajer-pemilik toko
mempekerjakan beberapa orang untuk melayani pembeli, membersihkan, mengatur
barang, serta menjaga toko.
C. Bentuk-bentuk Organisasi
Organisasi Lini
Garis wewenang yang menghubungkan langsung secara
vertikal antara atasan dan bawahan.
Ciri-cirinya :
-jumlah karyawan sedikit.
-manajer dibawahnya hanya sebagai pelaksana.
-sarana dan alatnya terbatas.
-hubungan atasan dan bawahan bersifat langsung.
-bentuk lini pada perusahaan perseorangan, pemilik
perusahaan adalah Top Manajer.
Organisasi Fungsional
Wewenang dari pimpinan tertinggi dilimpahkan kepada
kepala bagian yang mempunyai jabatan fungsional untuk dikerjakan para pelaksana
yang mempunyai keahlian khusus.
Ciri-cirinya :
-organisasi kecil
-terdapat kelompok kerja staf ahli.
-spesialisasi dalam pelaksanaan tugas.
-target yang hendak dicapai jelas dan pasti.
-pengawasan ketat.
Organisasi Garis dan Staff
Pelimpahan wewenang secara vertikal dari pimpinan ke
kepala bagian dibawahnya serta masing-masing pejabat, manajer ditempatkan satu
atau pejabat staff yang tidak mempunyai wewenang memerintah tetapi hanya
sebagai penasihat, misal : kearsipan, keuangan, personel.
Ciri-cirinya :
-hubungan atasan dan bawahan tidak seluruhnya
langsung.
-karyawan banyak.
-organisasi besar.
Organisasi Fungsional dan Garis
Wewenang dari pimpinan tertinggi dilimpahkan kepada
kepala bagian dibawahnya mempunyai keahlian tertentu serta sebagian dilimpahkan
kepada pejabat fungsional yang koordinasinya tetap diserahkan kepada kepala
bagian.
Ciri-cirinya :
-tidak tampak pembedaan tugas pokok dan bantuan.
-spesialisasi praktis pada pejabat fungsional.
-pembagian kerja dan pelimpahan wewenang tidak
membedakan perbedaan tingkat eselon.
Organisasi Matrik
Disebut juga sebagai Organisasi Manajemen proyek
yaitu penggunaan struktur organisasi menunjukkan dimana para spesialis yang
punya keterampilan di masing-masing bagian dari kegiatan perusahaan dikumpulkan
lagi menjadi satu untuk mengerjakan proyek yang harus diselesaikan.
Organisasi Komite
Tugas kepemimpinan dan tugas tertentu dilaksanakan
secara kolektif oleh kelompok pejabat, yang berupa komite atau dewan atau board
dengan plurastic manajemen.
Terdiri dari :
-Executive Committe ( Pimpinan Komite)
Anggotanya mempunyai wewenang lini.
-Staff Committe
Orang-orang yang hanya mempunyai wewenang staf.
D. Prinsip-prinsip Organisasi
Berkaitan dengan pembentukan atau penyusunan suatu
organisasi, maka perlu diperhatikan beberapa prinsip-prinsip atau asas
organisasi. Diantaranya adalah:
• Perumusan Tujuan yang Jelas. Tujuan dan arah
merupakan hal yang sangat penting dalam pembentukan suatu organisasi. Karena
dari tujuan ini akan terlihat hasil yang akan dicapai baik itu secara fisik
maupun non fisik.
• Pembagian kerja. Dalam pembentukan suatu
organisasi harus terlihat dengan jelas akan pembagian kerja dari masing-masing
unit (sub) organisasi, hal ini supaya tidak terjadinya tumpang tindih aktivitas
dan dapat menghambat tercapainya suatu tujuan.
• Delegasi kekuasaan. Dengan adanya pembagian kerja
tersebut yang jelas maka akan telihat pula garis komando dan delegasi kekuasaan
(wewenang) dari masing-masing unit kerja.
• Rentang kekuasaan. Rentang kekuasaan merupakan
penjabaran dari pendelegasian suatu kekuasaan. Parameter dan tolok ukur pun
harus menjadi bagian dari rentang kekuasaan, sehingga tidak timbul diktatoris
kekuasaan atau kesewenangan kekuasaan tersebut.
• Tingkat pengawasan. Penggambaran tingkat
pengawasan yang timbul antar atasan dengan sub (unit) bawahannya harus lah
terlihat dalam struktur organisasi tersebut. Sehingga batasan apa yang menjadi
hak dan kewajiban baik itu atasan maupun bawahan akan tercipta.
• Kesatuan perintah dan tanggung jawab. Dengan
tergambarnya struktur organisasi yang jelas maka kesatuan perintah atau komando
akan terlihat pula. Begitu juga dengan tanggung jawab dari orang yang
memberikan delegasi (perintah) akan nampak.
• Koordinasi. Ini pun harus terlihat dengan jelas
dalam penyusunan suatu organisasi. Koordinasi dari masing-masing divisi atau
unit kerja akan tercipta. Dengan demikian tujuan suatu organisasi ini akan
semakin cepat tercapai.
REFERENSI
http://ocw.gunadarma.ac.id/course/economics/management-s1/pengantar-bisnis/manajemen-dan-organisasi
http://file.upi.edu/Direktori/E%20-%20FPTK/JUR.%20PEND.%20TEKNIK%20ELEKTRO/195512041981031%20-%20BACHTIAR%20HASAN/MANAJEMEN%20INDUSTRI.pdf
http://id.wikipedia.org/wiki/Manajemen